Pada suatu hari Rosulullah saw keluar bersama sahabat-sahabat beliau,
diantaranya Ali bin Abi Thalib ra. Tiba-tiba dating menemui beliau
seorang badui dengan berkendaraan, lalu berkata, “Ya Rosulullah,
dikampung itu ada sekelompok manusia yg sudah masuk islam dg mengatakan
bahwa jika masuk islam mereka akan mendapat rahmat dan rejeki dari
ALLAH. Tetapi sesudah mereka semua masuk
islam, terjadilah musim kering dan panas yang bersangatan, sehingga
mereka ditimpa bahaya kelaparan. Saya kawatir ya Rosulullah, jika mereka
kembali kufur meninggalkan agama islam karena soal perut itu, karena
mereka masuk kedalam agama islam adalah karena soal perut juga. Saya
ingin agar kepada mereka engkau kirimkan bantuan untuk mengatasi bahaya
kelaparan yang menimpa mereka itu”.
Mendengar keterangan itu,
Rosulullah saw lalu menghadapkan muka beliau kepada Ali bin Abi Thalib
ra. Ali bin Abi Thalib mengerti maksud pandangan itu, “Ya Rosulullah,
tidak ada lagi bahan makanan pada kita”
Zaid bin Sa’nah
(seorang yahudi bangsa israil) yang turut mendengarkan laporan seorang
badui dan jawaban Ali bin Abi Thalib ini lalu mendekatkan diri kepada
Rosulullah, dan berkata, “Ya Muhammad, kalau engkau suka, akan saya
belikan korma yang baik dari kebun dikampung itu, lalu korma itu dapat
engkau beli kepadaku dengan hutang, dg perjanjian begini, begitu….” .
Berkata Rosulullah, “Jangan dibeli dg hutang kepada orang kampong itu,
tetapi engkau belilah kurma itu, lalu kami pinjam kepada engkau”. Zaid
bin Sa’nah menjawab, “Baiklah”
Zaid lalu membayar korma itu dg
emas sebesar 70 mitsqal, lalu menyerahkannya kepada Rosulullah saw dg
perjanjian-perjanjian tertentu dan akan dibayar kembali dalam batas
waktu yang tertentu pula.
Rosulullah saw lalu memerintahkan untuk membagi-bagikan kurma tersebut kepada penduduk kampung yg kelaparan itu.
Berkata Zaid bin Sa’nah, “2 atau 3 hari sebelum datangnya waktu
pengembalian seperti yg ditetapkan dalam perjanjian itu, Rosulullah saw
keluar bepergian bersama Abu Bakar ra, Umar ra, Ustman ra dan beberapa
orang sahabat lainnya”
“Setelah selesai mensholatkan satu jenazah,
Rosulullah saw lalu mendekati satu dinding untuk duduk, lalu saya
datangi dia, lalu saya pegang erat-erat seluruh gamis dan selendangnya,
dan berkata kepadanya dengan sekasar-kasarnya, “Hai Muhammad, bayar
hutangmu kepadaku, demi ALLAH aku tahu bahwa seluruh keluarga Abdul
Muthalib (kakek Rosulullah) itu selalu mengundur-undur waktu untuk
membayar hutang”
“mendengar kata-kataku yg kasar itu, saya
lihat wajah Umar bin Khattab ra merah padam kemarahan, kedua biji
matanya bergerak-gerak dimukanya seperti sebuah sampan yg bundar dan
oleng, lalu melemparkan pandangan kedua biji matanya itu kepadaku, dan
berkata, “Hai Musuh ALLAH, engkau berkata begitu kasar terhadap
Rosulullah dan berbuat begitu tak senonoh. Demi ALLAH, kalau tidak
karena kehormatan Rosulullah yang berada disini, sungguh aku potong
lehermu dengan pedangku ini”
“Rosulullah saw memandang kepadaku
tetap dalam keadaan tenang dan biasa saja, lalu beliau berkata kepada
Umar, “Hai Umar, antara saya dan dia ada urusan utang-piutang, yg kami
perlukan, ialah agar engkau menyuruh aku untuk membayar utang itu
sebaik-baiknya, dan menganjurkan kepadanya untuk berlaku baik menagih
piutangnya. Hai Umar, pergilah bersama dia (ke tempat penyimpanan
kurma), bayarlah utang itu kepadanya dantambahkan 20 shaa sebagai hadiah
untuk menghoilangkan amarahnya”
Setelah Rosulullah membayar
utang itu dengan tambahan tersebut, aku berkata kepada Umar, “kenapa
ditambah hai Umar?”. Berkata Umar, “Diperintahkan Rosulullah saw
tambahkan ini sebagai imbangan kemarahan engkau”
Aku berkata kepada Umar, “Hai Umar kenalkah engkau siapakah saya?”
Berkata Umar, “Tidak, saya tidak kenal engkau”
Aku lalu berkata kepada Umar, “Aku adalah Zaid bin Sa’nah”
Berkata Umar, “Engkau ini pendeta Zaid bin Sa’nah?”
“Ya” jawabku kepadanya.
Berkata Umar, “Kenapa engkau berlaku demikian rupa terhadap Rosulullah?
Engkau berkata begitu kasar, dan berlaku begitu menghina?”
Zaid bin Sa’nah menjawab, “Hai Umar, segala tanda-tanda kenabian yang
aku dapati dalam kitab suci Taurat sudah aku temui pada diri Rosulullah
itu selain 2 perkara yg aku sembunyikan dan tak aku sampaikan kepada
Rosulullah. Yaitu bahwa perasaan santunnya selalu mengalahkan perasaan
marahnya, makin marah orang kepadanya, makin bertambah santun (rasa
kasih sayangnya) terhadap orang yg marah itu. Dengan kejadian itu hai
Umar, yg saya sengaja membikin-bikinnya, aku sudah tau dan lihat sendiri
kedua sifat itu terdapat pada diri Muhammad itu. Aku bersumpah
didepanmu hai Umar, aku sungguh-sungguh sudah suka dan ridha dengan
ALLAH sebagai Tuhanku, dan Islam sebagai agamaku, dan Muhammad saw
sebagai Nabi dan ikutanku. Ketahuilah hai Umar, saya adalah orang
terkaya ditengah-tengah bangsa yahudi. Saya akan serahkan seperdua dari
seluruh harta bendaku untuk umat Muhammad saw”
Berkata Umar, “Tentu yg kau maksud untuk sebagian umat Muhammad saw”. Aku menjawab, “Ya untuk sebagian umat Muhammad saw”
Umar dan Zaid lalu kembali mendapatkan Rosulullah saw. Tepat setelah
berhadapan dengan Rosulullah saw, dia lalu berkata, “Aku bersaksi bahwa
tidak ada Tuhan selain ALLAH, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba ALLAH, dan Rosul-NYA”. (At-Thabrany)
*Janganlah kamu
berdakwah dengan menggunakan cara kekerasan, paksaan, umpatan,
Intimidasi, hinaan dll karena akan membuat mereka semakin benci pada
islam. Tapi berdakwahlah dengan menggunakan akhlak yang baik,mereka yang
membenci dan memusuhimu tiba-tiba akan segera berubah menjadi sahabat
baikmu
Firman ALLAH SWT :
“Dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka
tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah
telah menjadi teman yang sangat setia”. (Fushshilat 34)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar