♥ Bismillaahir Rahmaanir Rahiim ♥
“Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat tato dan orang yang
minta dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu mata, orang-orang
yang minta dicabut bulu matanya, dan orang-orang yang merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan Allah.” (HR. Muslim)
Seiring dengan perkembangan teknologi, gaya hidup manusia juga ikut
berkembang dan berubah. Salah satu gaya hidup yang digandrungi manusia
adalah merubah gigi mereka agar lebih cantik dan lebih indah, maka
munculah kawat behel yang digunakan untuk merapikan gigi, ada gigi yang
terbuat dari emas atau kuningan untuk mengganti gigi yang tanggal, ada
juga alat untuk mengikir gigi agar lebih tipis dan lain-lainnya.
Fenomena di atas menarik perhatian sebagian kaum muslimin yang
mempunyai kepedulian terhadap hukum halal dan haram. Banyak dari mereka
yang menanyakan status hukumnya berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Oleh
karenanya, perlu ada penjelasan terhadap masalah-masalah tersebut. Untuk
mempermudah pemahaman, pembahasan ini akan dibagi menjadi beberapa
masalah :
Hukum Menggunakan Kawat Behel
Banyak jama’ah pengajian yang menanyakan hukum menggunakan kawat behel, boleh atau tidak menurut pandangan Islam ?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dirinci terlebih dahulu :
Pertama : Jika seseorang mempunyai gigi atas yang letaknya agak ke
depan, atau menurut istilah orang Jawa “gigi moncong“ atau “gigi
mrongos“, yang kadang sampai tingkat tidak wajar sehingga mukanya
menyeramkan, maka hal ini dikatagorikan gigi yang cacat, oleh karenanya
boleh diobati dengan cara apapun, termasuk menggunakan kawat behel agar
giginya menjadi rata kembali. Ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wassalam :
يَا عِبَادَ اللَّهِ تَدَاوَوْا
فَإِنَّ اللَّهَ لَمْ يَضَعْ دَاءً إِلَّا وَضَعَ لَهُ شِفَاءً أَوْ قَالَ
دَوَاءً إِلَّا دَاءً وَاحِدًا قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُوَ
قَالَ الْهَرَمُ
“Wahai sekalian hamba Allah, berobatlah
sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit melainkan
menciptakan juga obat untuknya kecuali satu penyakit.” Mereka bertanya,
“Penyakit apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yaitu penyakit
tua (pikun). “ (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad. Berkata
Tirmidzi : Hadits ini Hasan Shahih).
Di dalam hadits di atas
diterangkan bahwa Allah melaknat orang yang merubah gigi dengan tujuan
agar giginya lebih indah dan lebih cantik. Berkata Imam Nawawi
menerangkan hadist di atas :
“Maksud (al-Mutafalijat) dalam
hadist di atas adalah mengikir antara gigi-gigi geraham dan depan. Kata
(al-falaj) artinya renggang antara gigi geraham dengan gigi depan. Ini
sering dilakukan oleh orang-orang yang sudah tua atau yang seumur dengan
mereka agar mereka nampak lebih muda dan agar giginya lebih indah.
Renggang antara gigi ini memang terlihat pada gigi-gigi anak perempuan
yang masih kecil, makanya jika seseorang sudah mulai berumur dan menjadi
tua, dia mengikis giginya agar kelihatan lebih indah dan lebih muda.
Perbuatan seperti ini haram untuk dilakukan, ini berlaku untuk pelakunya
(dokternya) dan pasiennya berdasarkan hadist-hadist yang ada, dan ini
merupakan bentuk merubah ciptaan Allah serta bentuk manipulasi dan
penipuan. “ [1]
Kedua : Jika gigi seseorang kurang teratur,
tetapi masih dalam batas yang wajar, tidak menakutkan orang, dan bukan
suatu cacat atau sesuatu yang tidak memalukan, serta pemakaian kawat
behel dalam hal ini hanya sekedar untuk keindahan saja, maka hukum
pemakaian kawat behel tersebut tidak boleh karena termasuk dalam
katagori merubah ciptaan Allah suhbanahu wata’ala.
Dalilnya adalah hadist Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwasanya nabi Muhammadshallallahu ‘alaihi wassalam bersabda :
لَعَنَ اللَّهُ الْوَاشِمَاتِ وَالْمُسْتَوْشِمَاتِ وَالنَّامِصَاتِ
وَالْمُتَنَمِّصَاتِ وَالْمُتَفَلِّجَاتِ لِلْحُسْنِ الْمُغَيِّرَاتِ
خَلْقَ اللَّهِ
“Allah telah mengutuk orang-orang yang membuat
tato dan orang yang minta dibuatkan tato, orang-orang yang mencabut bulu
mata, orang-orang yang minta dicabut bulu matanya, dan orang-orang yang
merenggangkan gigi demi kecantikan yang merubah ciptaan Allah.” (HR.
Muslim)
Hukum Memakai Gigi Palsu
Jika seseorang
giginya lepas, boleh nggak diganti dengan gigi palsu? Apakah mengganti
gigi dengan gigi palsu termasuk merubah ciptaan Allah?
Jawaban
: Seseorang yang mempunyai gigi, kemudian gigi tersebut lepas, karena
kecelakaan, atau dipukul oleh orang lain, atau terbentur benda keras,
atau karena sebab lain, maka dibolehkan baginya untuk menggantinya
dengan gigi palsu. Karena ini termasuk dalam pengobatan.
Memakai gigi palsu untuk mengganti gigi yang asli yang lepas atau rusak,
bukanlah termasuk merubah ciptaan Allah, tetapi termasuk pengobatan.
Ini dikuatkan dengan Fatwa Lajnah Daimah : 25/ 16, no : 21104, yang berbunyi :
لَا بَأسَ بِعِلَاجِ الأَسنَانِ المُصَابَةِ أَو المعِيبَةِ بِمَا
يُزِيلُ ضَرَرَهَا أَو خَلعهَا ، وَجَعل أَسنَانِ صِنَاعِية فيِ مَكَانِهَا
إذَا احتِيجَ إلى ذلك ؛ لأَنّ هَذَا مِن العلَاج المُبَاحِ لِإِزَالةِ
الضَرَرِ
Hal ini termasuk bagian pengobatan yang dibolehkan untuk menghilangkan bahaya yang timbul.”
Berkata Syekh Sholeh Munajid :
تَركِيبُ أَسنَانٍ صِنَاعِيةٍ مَكَانَ الأَسنَانِ المَنزُوعَةِ لِمَرَضٍ
أَو تَلَفٍ أَمرٌ مُبَاح لَا حَرَج فِي فِعلِهِ ، وَلَا نَعلَمُ أَحَدًاً
مِن أَهلِ العِلمِ يَمنَعُهُ ، وَلَا فَرقَ بَينَ أَن تثبت الأَسنَان فَي
الفَمِّ أَو لَا تثبت ، وَيَفعَلُ المَرِيضُ الأَصلَحُ لَه بِمَشُورَة
طَبِيبٍ مُختِص .
“Memasang gigi buatan sebagai pengganti gigi
yang dicabut karena sakit atau karena rusak, adalah sesuatu yang
dibolehkan tidak apa-apa untuk dilakukan. Kami tidak mengetahui
seorangpun dari ulama yang melarangnya. Kebolehan ini berlaku secara
umum, tidak dibedakan apakah gigi itu dipasang permananen atau tidak,
yang penting bagi pasien memilih yang sesuai dengan keadaannya setelah
meminta pendapat kepada dokter spesialis. “ [2]
Gigi Palsu Dari Emas dan Perak
Di atas sudah diterangkan kebolehan memasang gigi palsu untuk mengobati
penyakit, atau mengganti giginya yang rusak. Pertanyaannya adalah
bagaimana hukum menggunakan gigi palsu dari emas atau perak ?
Jawabannya harus dirinci terlebih dahulu : Jika yang memasang gigi palsu
adalah perempuan, maka hal itu dibolehkan karena perempuan dibolehkan
untuk menggunakan emas. Tetapi jika yang menggunakan gigi palsu itu
adalah laki-laki, maka hal itu tidak bisa dilepas dari dua keadaan :
Pertama : Dalam keadaan normal, dan tidak darurat, artinya dia bisa
menggunakan gigi palsu dari bahan akrilik dan porselen selain emas dan
perak, maka dalam hal ini memakai gigi palsu dari emas dan perak hukum
haram.
Kedua : Dalam keadaan darurat dan membutuhkan, seperti
dia tidak mendapatkan kecuali gigi palsu yang terbuat dari emas atau
perak, atau tidak bisa disembuhkan kecuali dengan bahan dari emas atau
perak, maka hal itu dibolehkan. Ini berdasarkan hadist yang diriwayatkan
olehArfajah bin As’ad :
عَنْ عَرْفَجَةَ بْنِ أَسْعَدَ قَالَ
أُصِيبَ أَنْفِي يَوْمَ الْكُلَابِ فِي الْجَاهِلِيَّةِ فَاتَّخَذْتُ
أَنْفًا مِنْ وَرِقٍ فَأَنْتَنَ عَلَيَّ فَأَمَرَنِي رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ أَتَّخِذَ أَنْفًا مِنْ ذَهَبٍ
Dari Arfajah bin As’ad ia berkata, “Saat terjadi perang Al Kulab pada
masa Jahilliyah hidungku terluka, lalu aku mengganti hidungku dari
perak, tetapi justru hidungku menjadi busuk. Kemudian Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan agar aku membuat hidung dari
emas.” (HR. Tirmidzi, Abu Daud, dan hadist ini Hasan)
Hadist di
atas, walaupun berbicara masalah penggantian hidung dengan emas dan
perak dalam keadaan darurat atau membutuhkan, tetapi bisa dijadikan
dalil untuk penggantian gigi dengan perak dan emas, jika memang
dibutuhkan, karena kedua-duanya sama-sama anggota tubuh.
Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Berwudhu
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu ketika berwudhu ?
Jawabannya : Jika gigi palsu tersebut terbuat dari bahan yang suci dan
tidak najis, maka tidak perlu dicabut ketika berwudhu, terutama jika
sudah dipasang secara permanen. Karena mencabutnya akan menyebabkan
kesusahan bagi pemiliknya, padahal Islam diturunkan agar umatnya
terhindar dari kesusahan.
Sebaliknya jika gigi palsu tersebut
terbuat dari bahan najis, maka harus dicabut dan tidak boleh dipakai
ketika berwudhu dan sholat.
Namun demikian, ini jarang terjadi,
karena pada dasarnya bahan-bahan untuk membuat gigi palsu rata-rata
bersih dan suci, seperti gigi tiruan akrilik yang sekarang dipakai
secara umum. Gigi tiruan ini mudah dipasang dan dilepas oleh pasien.
Bahan akrilik merupakan campuran bahan sejenis plastik harganya murah,
ringan dan bisa diwarnai sesuai dengan warna gigi. Ada juga gigi tiruan
dari porselen yang ketahanannya lebih kuat dari akrilik. Dan yang lebih
kuat lagi, serta bisa bertahan sampai bertahun-tahun adalah gigi tiruan
dari logam atau emas, hanya saja tampilannya berbeda dengan gigi asli.
Syekh Utsaimin ketika ditanya tentang seseorang yang
mempunyai gigi palsu, apakah harus dicabut ketika berwudhu ? Beliau
menjawab sebagai berikut :
“Jika seseorang mempunyai gigi palsu
yang sudah dipasang, maka tidak wajib untuk dilepas. Ini seperti cincin
yang tidak wajib dilepas ketika berwudhu, lebih baik digerak-gerakan
saja tetapi inipun tidak wajib. Hal itu dikarenakan nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wassalam mengenakan cincin, dan tidak pernah ada
riwayat yang menjelaskan bahwa beliau melepaskannya ketika berwudhu. Ini
jelas lebih mungkin menghalangi masuknya air dari gigi palsu. Apalagi
sebagian kalangan merasa sangat berat jika harus melepas gigi palsu yang
sudah dipasang tersebut, kemudian memasangnya kembali. “ [3]
Hukum Mencabut Gigi Palsu Ketika Meninggal Dunia
Bagaimana hukum mencabut gigi palsu ketika seseorang meninggal dunia, terutama yang terbuat dari emas dan perak ?
Jawabannya : Di atas sudah diterangkan kebolehan memasang gigi palsu
dari emas dan perak bagi laki-laki jika dalam keadaan darurat dan
membutuhkan, makanya jika seseorang sudah meninggal dunia, keadaan
darurat tersebut sudah hilang, sehingga harus diambil dari mayit,
kecuali jika hal itu justru menyakiti atau menodai mayit, maka hukumnya
menjadi tidak boleh dicabut. Kenapa tidak boleh? karena mayit walaupun
sudah mati, tetapi masih dalam keadaan terhormat dan tidak boleh dinodai
ataupun disakiti, sebagaimana orang hidup.
Adapun bagi
perempuan secara umum dibolehkan menggunakan gigi emas sebagaimana
diterangkan di atas.[4] Ketika perempuan ini meninggal dunia, maka hal
itu diserahkan kepada ahli waris, jika mereka merelakan gigi dari emas
itu ikut dikubur bersama mayit, maka tentunya lebih baik. Tetapi jika
mereka menginginkan gigi dari emas yang bernilai tersebut, maka
dibolehkan bagi mereka mencabut gigi emas dari mayit tersebut , selama
hal itu tidak menyakiti atau menodai mayit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar