♥ Bismillahirrahmaanirrahiim ♥
Siang menjelang Dzuhur, salah
satu iblis ada di masjid. Kebetulan hari itu hari Jum’at, saat
berkumpulnya orang. Iblis sudah ada di dalam masjid, ia tampak begitu khusyuk.
Orang mulai berdatangan. Iblis menjelma menjadi ratusan bentuk dan
masuk dari segala penjuru, lewat jendela, pintu, ventilasi, atau masuk
lewat lubang pembuangan air.
Pada setiap orang, iblis juga
masuk lewat telinga, ke dalam syaraf mata, ke dalam urat nadi, lalu
menggerakkan denyut jantung setiap para jamaah yang hadir.
Iblis juga menempel di setiap sajadah. Terjadilah dialog antara kiai dan iblis:
“Hai, Iblis!”, panggil Kiai, ketika baru masuk ke masjid itu.
Iblis merasa terusik. “Kau kerjakan saja tugasmu, Kiai. Tidak perlu kau
larang-larang saya. Ini hak saya untuk mengganggu setiap orang dalam
masjid ini!”, jawab iblis ketus.
“Ini rumah Tuhan, Blis! Tempat yang suci, kalau kau mau ganggu, kau bisa di luar nanti!”, kiai mencoba mengusir.
“Kiai, hari ini, adalah hari uji coba sistem baru”, Kiai tercenung.“Saya sedang menerapkan cara baru, untuk menjerat kaummu.”
“Dengan apa?”
“Dengan sajadah!”
“Apa yang bisa kau lakukan dengan sajadah, wahai laknatullah?”
“Pertama, saya akan masuk ke setiap pemilik saham industri sajadah.
Mereka akan saya jebak dengan mimpi untung besar. Sehingga, mereka akan
tega memeras buruh untuk bekerja dengan upah di bawah UMR, demi
keuntungan besar!”
“Ah, itu kan memang cara lama yang sering kau pakai. Tidak ada yang baru, Blis?”
“Bukan itu saja Kiai…”
“Lalu?”
“Saya juga akan masuk pada setiap desainer sajadah. Saya akan
menumbuhkan gagasan, agar para desainer itu membuat sajadah yang
lebar-lebar.”
“Untuk apa?”
“Supaya, saya lebih
berpeluang untuk menanamkan rasa egois di setiap kaum yang kau pimpin,
Kiai! Selain itu, saya akan lebih leluasa, masuk dalam barisan sholat.
Dengan sajadah yang lebar maka barisan shaf akan renggang. Dan saya ada
dalam kerenggangan itu. Di situ saya bisa ikut membentangkan sajadah.”
Dialog iblis dan Kiai sesaat terputus.
Dua orang datang, dan keduanya membentangkan sajadah. Keduanya
berdampingan. Salah satunya, memiliki sajadah yang lebar. Sementara,
satu lagi, sajadahnya lebih kecil. Orang yang punya sajadah lebar
seenaknya saja membentangkan sajadahnya, tanpa melihat kanan kirinya.
Sementara, orang yang punya sajadah lebih kecil, tidak enak hati jika
harus mendesak jamaah lain yang sudah lebih dulu datang. Tanpa berpikir
panjang, pemilik sajadah kecil membentangkan saja sajadahnya, sehingga
sebagian sajadah yang lebar tertutupi sepertiganya. Keduanya masih
melakukan sholat sunnah.
“Nah, lihat itu Kiai!”, iblis memulai dialog lagi.
“Yang mana?”
“Ada dua orang yang sedang sholat sunnah itu. Mereka punya sajadah yang
berbeda ukuran. Lihat sekarang, aku akan masuk di antara mereka.
Iblis lenyap.
Ia sudah masuk ke dalam barisan shaf. Kiai hanya memperhatikan kedua
orang yang sedang melakukan sholat sunnah. Kiai akan melihat kebenaran
rencana yang dikatakan iblis sebelumnya.
Pemilik sajadah
lebar, rukuk. Kemudian sujud. Tetapi, sembari bangun dari sujud, ia
membuka sajadahnya yang tertumpuk, lalu meletakkan sajadahnya di atas
sajadah yang kecil. Hingga sajadah yang kecil kembali berada di
bawahnya.
Ia kemudian berdiri. Sementara, pemilik sajadah yang
lebih kecil, melakukan hal serupa. Ia juga membuka sajadahnya, karena
sajadahnya ditumpuk oleh sajadah yang lebar. Itu berjalan sampai akhir
sholat. Bahkan, pada saat sholat wajib juga, kejadian-kejadian itu
beberapa kali terlihat di beberapa masjid.
Orang lebih memilih
menjadi di atas, ketimbang menerima di bawah. Di atas sajadah, orang
sudah berebut kekuasaan atas lainnya. Siapa yang memiliki sajadah lebar,
maka ia akan meletakkan sajadahnya di atas sajadah yang kecil.
Sajadah sudah dijadikan iblis sebagai pembedaan kelas. Pemilik sajadah
lebar, diidentikkan sebagai para pemilik kekayaan, yang setiap saat
harus lebih di atas daripada yang lain.
Dan pemilik sajadah kecil, adalah kelas bawah yang setiap saat akan selalu menjadi sub-ordinat dari orang yang berkuasa.
Di atas sajadah, iblis telah mengajari orang supaya selalu menguasai orang lain.
“Astaghfirullaahal 'adziiim”, ujar sang Kiai pelan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar