Yaa Allah...
Terimalah amal ibadah kami...
Yang kami lakukan dengan penuh ketidaksempurnaan...
Perbaikilah amal ibadah kami... Yaa Allah...
Ibadah dan amal yang kami lakukan...
Tidaklah seberapa dengan nikmat-Mu yang tak terhitung...
Dan kami juga bukanlah orang-orang yang bertaqwa...
Kami hanya orang-orang yang lemah dan zhalim...
Yang penuh dengan dosa-dosa...
Baik dosa kepada-Mu atau kepada makhluq-Mu...
Dan Engkau telah berfirman dalam kitab-Mu:
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al Maidah : 27).
Kami takut....Yaa Allah ...
Apabila Engkau tidak menerima amal ibadah kami...
Karena dosa-dosa kami telah menggunung tinggi...
Bagaimana nanti kami bisa selamat dari fitnah akhirat ?
Sesungguhnya kami memahami...
Bahwa diterimanya amala ibadah kami...
Adalah kemurahan dan karunia dari-Mu..
Maka berilah Rahmat dan Karunia-Mu kepada kami
Dan jadikanlah kami menjadi orang-orang bertaqwa...
Yang dengan ikhlas selalu mengikuti seluruh titah-Mu dan titah Rasul-Mu...
Aamiin
HIKMAH:
Ibnu Rajab berkata,”Para salaf, mereka berusaha dengan sungguh-sungguh
untuk menyempurnakan dan memperbaiki amalan mereka. Kemudian, setelah
itu mereka sangat memperhatikan agar amalan mereka diterima; mereka
takut jika amalannya tidak diterima. “Mereka itulah orang-orang yang
memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.”
(QS.Al Mukminun : 60).
Diriwayatkan dari Ali, ia berkata:
“Hendaklah kalian lebih memperhatikan agar amal kalian diterima (setelah
beramal), dari pada perhatian kalian terhadap amalan kalian (tatkala
sedang beramal). Apakah kalian tidak mendengar firman Allah :
إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللهُ مِنَ الْمُتَّقِيْنَ
“Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al Maidah : 27).
Dari Fadhalah dia berkata: “Saya mengetahui, bahwa Allah menerima
amalan saya walaupun sekecil biji sawi lebih saya sukai, daripada dunia
dan seisinya, karena Allah berfirman : “Sesungguhnya Allah hanya
menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (Al Maidah : 27)”.
Abu Darda berkata,”Saya mengetahui, bahwa Allah telah menerima dariku
satu shalat saja lebih aku sukai dari pada bumi dan seluruh isinya,
karena Allah berfirman : “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari
orang-orang yang bertakwa.” (QS.Al Maidah : 27)”.
Malik bin Dinar berkata,”Perasaan takut jikalau amalan tidak diterima, lebih berat daripada beramal.”
‘Atha` As Sulami berkata,”Waspadalah, jangan sampai amalanmu bukan karena Allah.”
Abdulaziz bin Abi Ruwwad berkata,”Aku mendapati mereka (para salaf)
sangat bersungguh-sungguh tatkala beramal shalih. Namun jika mereka
telah selesai beramal, mereka ditimpa kesedihan dan kekhawatiran apakah
amalan mereka diterima atau tidak?”
Oleh karena itu, para salaf
setelah enam bulan berdoa agar dipertemukan oleh Allah dengan Ramadhan.
Mereka juga berdoa setelah Ramadhan selama enam bulan agar amalan
mereka diterima.
Wuhaib bin Al Ward tatkala membaca firman Allah
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيْمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ وَ
إِسْمَاعِيْلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيْعُ
الْعَلِيْمُ
Dan tatkala Ibrahim meninggikan (membina) pondasi
Baitullah bersama Isma’il (seraya berdoa): ”Wahai Rabb kami, terimalah
dari kami (amalan kami). Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahu.” (QS.-Al Baqarah ayat 127), maka beliau (Wuhaib bin Al
Ward)pun menangis, seraya berkata: “Wahai kekasih Ar Rahman. Engkau
meninggikan rumah Ar Rahman, lalu engkau takut amalanmu itu tidak
diterima oleh Ar Rahman”.
Ibnul Qayyim menyatakan, “Perasaan
puas (ridha)nya seseorang terhadap amal ketaatan yang telah ia kerjakan,
merupakan indikasi bahwasanya ia tidak mengetahui terhadap keadaan
dirinya. Dia tidak mengetahui hak-hak Alllah dan bagaimana semestinya
beribadah kepada Allah. Ketidaktahuan terhadap kekurangan dirinya serta
aib-aib yang terdapat dalam amal ketaatannya, dan ketidaktahuannya
terhadap kebesaran Allah dan hak-hakNya, menjadikan dia berprasangka
baik terhadap jiwanya yang penuh dengan kekurangan, sehingga akhirnya ia
puas dengan amal ketaatannya. Hal ini juga menimbulkan rasa ‘ujub
(takjub) dengan dirinya sendiri yang telah melaksanakan amal ketaatan,
serta menimbulkan perasaan sombong dan penyakit-penyakit hati lainnya,
yang (tentunya) lebih berbahaya dari pada dosa-dosa besar yang nampak,
seperti zina, meminum minuman keras, dan lari dari medan pertempuran.
Jika demikian, merasa puas terhadap amal ketaatan, merupakan kepandiran
dan ketololan jiwa.”
Jika kita perhatikan, ternyata orang-orang
yang bertakwa dan ahli ibadah, mereka sangat memohon ampunan Allah,
justru tatkala mereka telah selesai dari berbuat amal ketaatan.
Hal ini, karena mereka mengakui kekurangan, tatkala mereka beramal. Dan
mereka mengakui, bahwa amal ketaatan mereka tidak sesuai dengan
kebesaran dan keagungan Allah. Seandainya bukan karena perintah Allah
untuk beramal, maka mereka akan malu menghadap Allah dengan ibadah
mereka yang penuh kekurangan; dan mereka tidak ridha menyerahkan ibadah
yang penuh kekurangan tersebut kepada Allah. Namun mereka tetap
beribadah menjalankan perintah Allah, walaupun penuh kekurangan.
#Allah telah memerintahkan para jama’ah haji (pengunjung rumah Allah)
untuk beristigfar setelah selesai dari manasik haji yang paling agung
dan mulia, yaitu wukuf di Arafah. Allah berfirman, yang artinya : “Maka
apabila kalian telah beranjak dari Arafah berdzikirlah kepada Allah di
Masy’aril Haram. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah sebagaimana
yang ditunjukan-Nya kepada kalian, dan sesungguhnya kalian sebelum itu
benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian beranjaklah kalian
dari tempat bertolak orang-orang banyak (yaitu Arafah), dan MOHON
AMPUNLAH kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. “ (Al Baqarah : 198-199).
#Allah juga berfirman وَالْمُسْتَغْفِرِيْنََ بِالأَسْحَارِ
“Dan yang memohon ampun pada waktu sahur.” (QS.Ali Imran ayat 17).
Berkata Hasan Al Bashri: “Mereka memanjangkan shalat malam hingga tiba
waktu sahur (menjelang terbit fajar), lalu mereka duduk dan berISTIGHFAR
kepada Allah”. Dan dalam hadits yang shahih disebutkan, jika Nabi
Shalallaahu 'alaihi wa sallam telah salam dari shalat, Beliau
beristighfar tiga kali.[34]
#Allah memerintah Nabi untuk
beristighfar setelah selesai menyampaikan risalah kenabiannya -dan
Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam telah menunaikannya dengan baik-,
demikian juga setelah menyelesaikan ibadah haji serta menjelang wafat
Beliau. Maka Allah berfirman di dalam surat yang turun terakhir kepada
Rasulullah n : “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan.
Dan kamu melihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong,
maka bertasbihlah dengan memuji Rabb-mu dan mohonlah ampun kepadaNya.
Sesungguhnya Dia adalah Maha menerima taubat”. (An Nashr ayat 1-3).
Dengan turunnya surat ini, maka Umar dan Ibnu Abbas mengetahui, bahwa
ini merupakan pemberitahuan Allah kepada Rasulullah Shalallaahu 'alaihi
wa sallam , sebagai tanda telah dekatnya ajal Rasulullah. Maka Allah
memerintahkan Beliau untuk beristighfar setelah menunaikan tugas
mengemban risalah Allah. Hal ini seakan-akan sebagai pemberitahuan,
bahwa engkau (wahai Rasulullah) telah menunaikan kewajibanmu dan tidak
ada lagi tugas yang lain, maka jadikanlah penutupnya adalah ISTIGHFAR.
Sebagaimana juga penutup shalat, haji, shalat malam. Juga setelah wudhu,
Beliau berkata :
سُبْحَانَكَ اللهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ.
أَللهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِيْنَ و اجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ .
Demikianlah keadaan orang-orang yang mengetahui apa yang semestinya
bagi Allah dan sesuai dengan keagunganNya, dan mengerti tentang hak-hak
ibadah dan persyaratannya.
Berkata sebagian orang bijak: “Kapan
saja engkau ridha (merasa puas) dengan dirimu dan amalanmu bagi Allah,
maka ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak ridha dengan amalmu tersebut.
Dan barangsiapa yang mengetahui bahwa pada dirinya merupakan tempat
kesalahan, aib dan kejelekan, serta mengetahui bahwa amalannya penuh
dengan penyakit dan kekurangan, maka bagaimana ia bisa merasa puas
dengan amalannya? Bagaimana ia bisa ridha amalan tersebut bagi Allah?”
Sungguh indah perkataan Syaikh Abu Madin: “Barangsiapa yang merasa
telah merealisasikan ibadahnya, maka dia akan memandang amal
perbuatannya dengan kacamata riya’. Dia memandang keadaannya dengan
pengakuan belaka, dan memandang perkataannya dengan kedustaan belaka.
Semakin besar apa yang engkau harapkan di hatimu, maka akan semakin
kecil jiwamu di hadapanmu, dan semakin sedikit pula nilai pengorbanan
yang telah engkau keluarkan demi meraih harapanmu yang besar. Semakin
engkau mengakui hakikat rububiyah Allah dan hakikat ‘ubudiyah, serta
semakin engkau mengenal Allah dan mengenal dirimu sendiri, maka akan
semakin jelas bagimu, bahwa apa yang ada pada dirimu berupa amal
ketaatan, tidaklah pantas untuk diberikan kepada Allah. Walaupun engkau
datang dengan membawa amalanmu (yang beratnya seperti amalan seluruh)
jin dan manusia, maka engkau akan tetap takut dihukum Allah (karena
engkau takut tidak diterima, Pen). Sesungguhnya Allah menerima amalanmu
karena KEMURAHAN dan kemuliaan serta KARUNIA-Nya kepadamu. Dia memberi
pahala dan ganjaran kepadamu, juga karena kemuliaan, kemurahan dan
karuniaNya”.
Syaikh Abdurrahman As Sudais berkata,”Ketahuilah
saudara-saudaraku, sebagaimana kalian menyambut kedatangan bulan suci
ini, kalian juga tidak lama kemudian akan berpisah dengannya. Apakah
engkau tahu, wahai hamba Allah, apakah engkau akan bisa bertemu dengan
akhir bulan ini? Ataukah engkau tidak akan menemuinya? Demi Allah, kita
tidak tahu, sedangkan kita setiap hari menyolatkan puluhan jenazah.
Dimanakah mereka yang dulu berpuasa bersama kita? Seorang yang bijak
akan menjadikan ini semua untuk bermuhasabah dan meluruskan kepincangan,
membuangnya dari jalan ketaatan sebelum ajal menjemputnya dengan
tiba-tiba; sehingga saat itu tidak ada bermanfaat, kecuali amal shalih.
Ikrarkanlah janji kepada Rabb kalian di tempat yang suci ini; dan pada
bulan suci yang penuh barakah ini untuk bertaubat dan penyesalan, serta
melepaskan diri dari kekangan kemaksiatan dan dosa.
Bersungguh-sungguhlah untuk mendoakan kebaikan bagi diri kalian dan
saudara-saudara kalian, kaum muslimin.”
Washallahu ‘ala Nabiyina Muhammadin Shallallahu 'alaihi wa sallam.Walhamdulillaahi Rabbil 'aalamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar